Wisata Berbasis Ekologis (Ekowisata)
Beberapa Lokasi Obyek Wisata Potensial di TNGL |
Muara Situlen, Marike, Sei Glugur, dan Sei Lepan. Salah satu obyek wisata yang menjadi primadona adalah Bukit Lawang dengan icon orangutan dan ”tracking in the jungle”. Kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara mengalir ke lokasi tersebut.
Disamping Bukit Lawang, terdapat lokasi
lain yang tidak kalah pentingnya yaitu Tangkahan. Tangkahan merupakan
potret Bukit Lawang di awal 1970-an. Pengembangan ekowisata Tangkahan
merupakan anomali, karena tidak dimulai dengan latar belakang sekedar
pengembangan ekowisata. Tetapi juga untuk mengembangkan upaya-upaya
perlindungan kawasan taman nasional, sebagai aset ekowisata.
Inisiatif Tangkahan dimulai pada akhir
tahun 1999 dengan fokus desa sebagai basis pengamanan kawasan TNGL,
sehingga baru pada 22 April 2001 dibentuk Tangkahan Simalem Ranger, dan
dilanjutkan dengan dikukuhkannya Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT) pada
19 Mei 2001. MoU pertama antara Balai TNGL dengan LPT ditandatangani
pada 22 April 2002. Pengembangan ekowisata ditingkatkan lagi setelah
Indecon mendampingi proses mulai September 2002. Pola pengamanan TNGL
ditingkatkan dengan dibentuknya Conservation Response Unit (CRU)
bekerjasama dengan FFI pada Januari 2003. Dengan demikian pengembangan
ekowisata merupakan langkah baru dan berbeda dengan latar belakang
pengembangan wisata di Bukit Lawang. Setiap turis mancanegara yang
pulang dari Tangkahan selalu berpesan ingin melihat Tangkahan seperti
kondisi saat ini (komunikasi pribadi dengan Wak Yun, salah seorang
pegiat pengembangan ekowisata Tangkahan). Mereka tidak menhendaki
mass-tourism terjadi di Tangkahan. Akhirnya para 24 September 2004,
inisiatif Tangkahan mendapatkan penghargaan “Inovasi Kepariwisataan
Indonesia“ oleh Menbudpar R.I, I Gede Ardika.
Saat ini sedang diujicoba, Safari gajah
yang menembus Tangkahan – Bukit Lawang, dengan waktu 4 hari 3 malam.
Inisiatif YEL dan FFI ini masih perlu dikaji potensi pengembangannya dan
sekaligus dampaknya, khususnya pada jalur-jalur trekking yang
dilaluinya. Namun demikian, hal ini merupakan terobosan yang penting
untuk memecah kebekuan paket-paket wisata alam yang selama ini sudah
dikembangkan di Bukit Lawang dan Tangkahan.
Beberapa lokasi potensial lainnya
terdapat di Provinsi Aceh. Pengembangan ekowisata di provinsi ini
menjadi peluang pangsa pasar di masa yang akan datang. Misalnya, Sungai
Alas dengan event rafting, pendakian puncak-puncak gunungnya seperti di
puncak Leuser dan puncak Bendahara, pembukaan kembali Gurah, wisata
pantai dan pengamatan penyu di Singgamata, penelusuran Danau Bangko,
pengamatan burung di Agusan, trekking Rafflesia di Ketambe, dan lain
sebagainya. Pengembangan wisata alam di wilayah Aceh merupakan peluang
besar, terlebih dengan memadukan kearifan lokal berbasiskan nilai-nilai
budaya dan agama menjadi faktor penentu keberhasilan pengembangan wisata
alam di Aceh.
Sumber : http://gunungleuser.or.id/tentang-kami/tentang-tngl/nilai-eksistensi-dan-potensi/
No comments:
Post a Comment